Laman

Senin, 28 Juni 2010



gw masih terbayang2 kesedihan atas kepulangan team kesayanganku Inggris ke rahmatullah... :)) hahahaha.... masih kesel juga dengan keputusan wasit yang menganulir gol yang dicetak yayangku si lampard... :( halaaaahh....coba ajah kedudukan kmaren 2-2, pasti mental pemain inggris gag down kyak kmaren!!! emang dasar si wasit rabun sinting!!
blom lagi gara2 itu gw harus kalah tarohan....(nominal atau apa yg dipertaruhkan gag usah diomongin di sini yaah!! rahasia perusahaan cing) :))
gilaa team gw dipermalukan team panser dengan skor telak 4-1!!! padahal kmaren si mick jagger nonton pertandingan mreka!! aaargght malu-maluin ajah!!!
gag kebayang gmana perasaannya si capello saat itu :(
gw ajah sampe nagis bombay ngeliat inggris pulkam!!
pokoknya mulai skarang gag ngaruh lagi dah tuh piala dunia..... masa bodo siapa yg mnang ntar!!!!!!
abis inggris udah gag ada!!! :(

Minggu, 27 Juni 2010

25 minutes #5 (end)

20 April 2010, pukul 18.35

Helena belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Sementara aku masih ragu akan pergi atau tidak. Sungguh aku belum sanggup melihat lelaki yang amat kucintai bersanding dengan wanita lain dipelaminan.

Tak berapa menit kemudian Helena datang dan terkejut melihatku yang masih mengenakan piyama biru favoritku.

“Kau belum dandan?? Ya ampuuun ki....” ucap Helena terkejut.

“na... aku gak bisa pergi. Aku tidak sanggup! Aku sayang sama diriku sendiri, na... aku tidak mau menyakiti hatiku sendiri dengan ku pergi kesana.”

“Kiki... aku tahu bagaimana perasaanmu saat ini. Aku mengerti betul apa yang kau rasakan. Tapi apa kau tak ingin melihat Gerald untuk yang terakhir kalinya? Setelah ini kau boleh mengasingkan diri lagi, pergi kemana kek buat refresh otakmu dari lelaki brengsek itu. Terlebih kau belum mendapat penjelasan tentang semua ini dari Gerald, mungkin disana kau akan mendapatkan penjelasan tentang semua ini.”

“Okeh...aku pergi. Smoga Tuhan menguatkanku di sana, na”

Akupun kemudian mengganti bajuku dengan dress hitam yang dibelikan oleh Helena kemarin dan sedikit memoles wajahku seadanya. Kata Helena tidak baik jika terlalu menor.

“jangan lupa bawa tisue!” pesan Helena sambil nyengir.

Jarak mobil kami sudah semakin dekat dengan Hotel tempat pernikahan itu berlangsung. Jantungku berdegub semakin kencang, tanganku berkeringat saat mobil Helena memasuki lapangan parkir Hotel.

Helena kembali meyakinkanku untuk turun. Dan akupun turun dari mobil dengan dada yang tak berhenti berdebar. Jika bisa kupinjamkan jantung ini pada Helena akan ku pinjamkan agar aku tak lagi merasakan degubannya yang semakin menjadi-jadi.

Kami sampai pukul 19.35 di hotel tempat acara pernikahan itu berlangsung.

Wangi bunga melati langsung menyeruak ke hidungku saat aku melangkahkan kakiku ke dalam aula Hotel ini. Berpuluh-puluh bahkan mungkin beratus-ratus mata tertuju padaku. Ada yang melemparkan tatapan miris kepadaku, ada juga yang tersenyum, menahan tawa. Kuremas tangan Helena untuk menahan sakit hatiku sesuai dengan pesan Helena sewaktu kami di mobil tadi.

Di depan sana kulihat Gerald dengan gagah mengenakan tuxedo putihnya sementara Andrea mengenakan gaun pengantin putih dengan kristal swarowsky yang anggun. Sepertinya pernikahan ini direncanakan dengan sangat matang.

Aku mencoba memaksakan senyumku mengembang melihatnya disana. Walau hati ini bagai tertusuk krisnya mpu gandring. Kulihat mereka tersenyum bahkan tertawa meluapkan kebahagiaan mereka sebagai suami istri yang sah. Aku dapat membayangkan bagaimana mereka bersetubuh dengan halal. Sementara aku selama ini tak halal untuknya.

Aku tak dapat menafikkan bahwa wajahku pucat pasi melihat kejadian di hadapanku. Hatiku bagaikan daging ham dimulut baunya, digigitnya hatiku, dikunyahnya aku hingga lumat....lalu ditelannya sesuka hatinya.

Aku tak ada bedanya dengan seekor keledai ditengah kumpulan kuda pacuan, tak berarti apa-apa kecuali sebagai bahan tertawaan mereka. Bibirku kelu, kaku, beku, atau apalah itu namanya. Aku tak sanggup lagi berkata. Lututku lemas. Pipiku memerah seolah habis tertampar tangan lentik wanita yangbersanding dengannya itu. Aku rapuh berada disini.

Aku masih berdiri disini berharap ia kan berbalik menoleh ke arahku dan berlari mengejarku. Tapi itu hanyalah kejadian yang berada dalam ruang imajinasiku saja. Pada kenyataannya aku hanya dapat mematung disini melihatnya tersenyum bahagia dengan wanita itu. Wanita yang jauh lebih sempurna dariku. Wanita yang banyak didambakan lelaki-lelaki yang ada.

Ada sesal yang menyertai kehadiranku malam ini. Betapa bodohnya aku datang kepernikahan mantan pacarku, atau lebih tepatnya (masih) pacarku. Aku hanya akan menambah luka baru dalam hatiku padahal lukanya yang dulu bahkan belum sembuh. Perih.

Berulang kali ku coba memutar fikirku guna meluruskan hatiku. Berulang kali kucoba berkata bahwa semua ini hanyalah mimpi. Tapi berulang kali juga kutersakiti karena tersadar bahwa semua ini nyata adanya. Aku tidak dapat lagi bertahan lebih lama disini.

Aku berlari pergi meninggalkan ruangan itu dan masuk ke dalam mobil. Saat ini sepertinya mobil adalah tempat persembunyianku yang paling aman untuk menangis. Dan aku tertunduk menangis disana.

Setelah 5 lembar tisue kuhabiskan untuk menyeka ingus dan airmataku, terdengar suara kaca mobil diketuk pelan. Aku mengangkat wajahku melihat keluar.

Sesosok pria bertuxedo putih tengah berdiri disana. Terlihat begitu tampan dari biasanya.

Aku kemudian membuka pintu mobil. Dalam hatiku bertanya 'untuk apa dia ada di sini? Untuk melihatku menangis dan kemudian mencibirku?'

“Kiki...” sapanya.

“Untuk apa kau kesini?? puas kau melihat ku seperti ini?? Maaf, sebenarnya aku ingin lebih lama disana namun ku tak sanggup melihat semua ini, Ger!” aku lagi-lagi menundukkan wajahku. Aku tak sanggup melihatnya dengan pakaian pengantinnya itu.

“Aku ingin menjelaskan semuanya, ki. Boleh aku masuk?”

Aku mengangguk. Dan ia pun masuk dan duduk di tempat duduk pengemudi di samping kananku.

“Kenapa kau tidak datang di kedai kopi waktu itu? Aku menunggumu” tanyanya.

“Aku datang Ger! 25 menit setelah kau pergi.”

Ia berbalik memandangiku, menatap begitu dalam ke dalam mataku. Aku tertunduk, tapi masih menatapnya melalui celah-celah rambutku.

“Sungguh?? Aaarght.... kalau saja aku menunggumu lebih lama...” sesalnya. “Aku tidak menginginkan pernikahan ini ki... kau ingat saat kita terakhir kali di bukit seminggu yang lalu?” ia manatapku dan melanjutkan kembali perkataannya. “Itu hari dimana aku melamar Andrea.”

Aku ternganga kaget. Dia menyetubuhiku di hari yang sama dengan pelamarannya dengan wanita itu.

“...” aku tak dapat berkata apa-apa. Masih terdiam terkejut dengan pengakuannya.

“Kejadian ini bermula 1 bulan yang lalu setelah kau berangkat ke luar kota mengunjungi kakakmu setelah aniversarry ke-4 kita. Aku menghadiri Ulang tahun Uky saat itu, aku diperkenalkan dengan Andrea. Saat itu aku mabuk berat, ki.... kejadian itu tak dapat terelakkan lagi, aku bersetubuh dengan andrea.”

Kali ini aku benar-benar tak sanggup menahan airmataku lebih lama. Aku menangis sejadi-jadinya. Dengan respon ia memelukku menenangkanku. Aku menepiskan tubuhnya dariku, ada rasa jijik berada dipelukannya.

“Sory ki... aku hanya ingin berkata jujur. Aku tak mau lebih lama lagi membohongimu.”

“Aku betul-betul tak menyangka kau sekejam ini, ger!” ucapku menyeka airmataku. “dan Andrea hamil oleh perbuatanmu?” sambungku menanyakan pertanyaan yang sebenarnya telah ku ketahui jawabannya.

Ia mengangguk tanpa berkata.

“Aku menunggumu lama di kedai itu, tapi kau tak juga datang. Padahal aku berjanji jika kau datang aku akan membatalkan pernikahan sinting ini.” akunya.

Lagi-lagi aku tersentak mendengar pengakuan itu meluncur dari mulutnya. Aku terlambat 25 menit. Jika saja saat itu aku mengalahkan egoku dan pergi menemuinya lebih cepat, mungkin aku tak duduk disini berlinangan airmata.

Ia mencoba menggenggam tanganku, tapi ku tepiskan. Aku jijik jika membayangkan ia bersetubuh dengan Andrea disaat aku tengah bersedih merawat kakakku yang sakit parah di luar kota.

“Kenapa kau tega sekali denganku, Ger??? Salahku apa??? Aku kurang baik apa?? kenapa kau bisa-bisanya menghianatiku padahal kau tahu saat itu aku sedang bersedih karena kakakku. Kau jahat, ger!”

“Sory Ki!! aku memang brengsek. Aku tak pantas untukmu.”

“Mulai sekarang anggap aku tak pernah ada. Anggap kita tak pernah saling mengenal. Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi. Pergi dari sini!” ucapku tegas.

“Ki... please....maafkan aku.”

“Asal kau tahu. Sudah cukup aku kau sakiti. Turun kau dari mobil ini. Aku tak ingin melihat mukamu lagi!” aku mulai muak melihatnya.

Ia turun. Seiring turunnya ia ku putuskan untuk melupakannya selama-lamanya. Aku tidak ingin menyesali 25 menit keterlambatanku waktu itu. Itu bukan kesalahan tapi jalan Tuhan untuk memisahkanku dengannya, jalan terbaik yang diberikan Tuhan untukku.

Aku menenangkan hatiku kemudian menyeka air mataku lalu memperbaiki riasanku. Sesuai pesan Helena tadi aku membawa alat riasku. Aku turun dan memasuki gedung itu lagi.

Kukembangkan senyumku walau pahit, kulangkahkan kakiku masuk.

Sejak saat ini takkan ada lagi Gerald. Aku akan bertekad melupakannya. Aku bukan wanita lemah yang terus menangisi lelaki brengsek seperti dia. Aku harus tegar.

Tuhan kuatkan aku melalui hari-hariku selanjutnya. Semoga aku bisa bertahan.

***

END